Wikipedia is so very important for our future.

Looking through the databases IBM used in its project debater, I am more than struck by how essential Wikipedia has become for understanding human knowledge. IBM’s project does a lot of fancy stuff…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Selat Sunda

Jadi, kapan kita berangkat?”

Matanya mengerjap-ngerjap.

Aku melongo. Kupikir ia tak sungguh-sungguh menerima ajakanku yang sambil lalu.

“Aku belum pernah berlayar. Mengarungi samudera pasti menyenangkan.”

Kususun kata-kata penolakan dengan alasan paling masuk akal, namun gagal.

“Ayolah. Kumohon.”

Ia meraih genggamku. Wajahnya sendu. Sepasang alisnya terangkat dengan pipi mengembung serupa mas koki. Nah, ini gesture yang sudah sangat kupahami. Ia tahu titik lemahku dan lantas menggunakannya di saat-saat genting. Aku berusaha menangkis tatapannya namun ia tak bergeming. Detik itu juga aku sadar, pasti bakal sia-sia saja mendebatnya. Ah, kenapa aku terlahir sebagai pisces!

“Baiklah.” Aku menyerah.

Senyumnya mengembang.

Sebelumnya ia sudah akrab bepergian jauh. Hanya saja, selain perjalanan darat dengan kereta ataupun bepergian via udara, laut lepas dan kapal besar sama sekali asing baginya. Aku hanya sekadar bertanya tanpa niat mengajaknya berlayar. Di luar dugaan, ia setuju.

Esoknya, kami menyepakati waktu keberangkatan.

***

Pukul dua dinihari, kami tiba di terminal yang terletak di penghujung barat Ibukota. Sekeliling tampak lengang. Baru setelah berjalan agak ke dalam terlihat ramai orang-orang yang juga berniat menyeberang. Sambil menunggu bus siap, kami memeriksa kembali barang bawaan.

Angin malam sangat pekat. Hanya bisa dilawan dengan menelungkupkan jaket rapat-rapat. Awalnya ia protes kenapa tak menunggu saja sampai hari terang. Kujelaskan bahwa, sengaja kupilih waktu yang tak lumrah ini sebab ingin memberinya kejutan. Baru ia bungkam.

Di dalam bus, kami mengisi tempat duduk di sisi kanan bagian belakang dekat smoking area. Setelah teknisi mengecek perlengkapan ini-itu, bus mulai beranjak. Kami melafadz doa safar tiga kali. Penumpang lain sudah tampak pulas. Aku dan dia membagi earphone pada masing-masing satu telinga kami lantas ikut memejam. From This Moment milik Shania Twain mengalun lembut seirama laju kendaraan yang merayap pelan.

From this moment
Life has begun
From this moment
You are the one

Right beside you
Is where I belong

From this moment on

***

Pukul empat kurang sedikit kami sampai di pelabuhan. Turun dari bus keadaan masih setengah sadar. Namun hanya sesaat, angin laut serta-merta membuyarkan kantuk kami.

Selesai membeli tiket kami lanjut menaiki tangga berlorong yang semakin lama semakin ke atas. Lorong itu menghubungkan langsung pintu masuk tiap-tiap dermaga tempat kapal bersandar. Ia menggenggam jemariku erat, langkahnya terburu-buru, excited membayangkan pengalaman pertamanya berkelana di laut lepas.

Tiba di kapal kami disambut para penjual rupa-rupa dagangan: dari makanan basi sampai yang berhari-hari tak laku. Namun sudah kuantisipasi. Kuminta ia membekal persediaan secukupnya. Sebab selain jajanan emperan yang membuat mata berair, bertransaksi di dalam kedai kapal juga sama saja bunuh diri lantaran harga yang berlipat.

Kami segera memesan tempat di dek bagian dalam. Terdapat dipan-dipan berjejeran serupa ranjang tingkat bagi yang ingin melepas penat.

***

Terompet panjang menggema tiga kali pertanda kapal segera berangkat. Selang kemudian kami sudah berada di perairan lepas.

Namun, dermaga belum lagi jauh dari pandangan tiba-tiba ia terhuyung sambil memegangi kepala, lalu jatuh terhempas di bantalan dipan. Mual hampir meluntah dari tenggorokannya. Air merembesi sudut mata. Wajahnya tempias. Orang-orang memandang sekilas lalu kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Aku paham yang terjadi. Ini semacam syndrome untuk hal-hal yang baru pertama kali dilakukan. Para mualim kapal menyebutnya: mabuk laut.

Kubaluri pangkal hidungnya dengan minyak angin sambil memijat pelan pelipisnya.

“Sudah lumayan?”

Ia mengangguk lemah. Wajahnya berangsur cerah.

“Istirahatlah dulu. Selepas subuh aku ingin mengajakmu ke haluan. Ada yang ingin kutunjukkan.”

Ia lalu terlelap. Kepalanya menggelayut lenganku. Tunggulah, penderitaanmu akan terbayar lunas pagi nanti.

***

Subuh berkumandang. Sebagian penghuni kapal masih terlelap, sebagiannya lagi memenuhi panggilan Tuhan termasuk di antaranya kami. Aku memboyong ia ke mushola kecil di dek utama.

Selesai shalat aku mengajaknya tur singkat sambil menjelaskan bagian-bagian kapal yang kami lewati.

Perhentian pertama bagian buritan, yakni ujung belakang kapal. Ia penasaran untuk melongok ke bawah demi melihat buih-buih besar yang dihasilkan baling-baling mesin. Setelahnya kami meluncur ke anjungan, bagian terdepan kapal yang bentuknya mengerucut. Namun ada perbedaan pada kapal penyeberangan, anjungannya melebar karena pintu untuk keluar-masuk kendaraan terletak di sisi depan. Ia kecewa karena berharap dapat mempraktikkan salah satu adegan ikonik dalam film Titanic.

Observasi berlanjut ke geladak bawah. Macam-macam kendaraan tertimbun di tempat ini. Tiga baris pertama untuk truk-truk bermuatan besar, lalu diikuti bus-bus antar pulau, sisanya kendaraan pribadi.

Perjalanan berakhir di haluan, tempat yang tadi kujanjikan. Kami bersandar pada para-para besi dekat tambang besar yang berfungsi untuk mengikat kapal saat ingin merapat. Semilir angin laut mengacak-acak rambut kami, bergelombang tak henti-henti. Langit masih kelam. Pantulan cahaya kebiru-biruan baru tampak di kejauhan.

“Bagaimana bisa kapal seberat ini mampu menampung puluhan kendaraan di bawahnya?” Ia penasaran.

Aku merenung sejenak. Pura-pura berpikir keras.

“Mm.. Pada dasarnya berlaku hukum fisika. Lain-lainnya aku tak paham.”

Kami tertawa.

“Apa kesan pertamamu bepergian menggunakan kapal?”

“Cukup menyenangkan, meski awalnya menyesakkan.”

Kami kembali tertawa.

“Kau tahu, cinta layaknya sebuah kapal. Ia bisa saja menghantar seseorang ke tempat paling jauh, namun bisa juga mengembalikannya ke awal semula ia berada.

“Karang, gelombang pasang, tak lain kesulitan dalam perjalanan cinta itu sendiri. Selepas ombak lindap, karang-karang tersiasati, lalu cinta menepi,” ujarku melanjutkan.

“Seperti kita?”

“Seperti kita.”

Perlahan, dari bilah-bilah awan, lembayung merah mulai tampak bermekaran.

“Ini kejutan yang kumaksud.” Aku menuding arah timur.

Ia mendongak. Tepat di depan sana, meski terhalang kabut, sesosok bentuk terlihat gagah menjulang. Langit yang masih memerah menampilkan siluet dari lekuk-lekuk tubuhnya. Tak lama matahari bangkit, merangkak pelan menyusuri celah kabut. Seiring gradasi merah menjadi oranye, lalu kuning keemasan, lamat-lamat tersingkap rupa asli sang raksasa.

Ia terperangah.

“Anak Krakatau yang melegenda,” bisikku.

Ia masih terperangah. Kalau saja kapal membentur karang lalu pelan-pelan tenggelam, reaksinya akan sama saja.

Aku merogoh buku saku lalu menuangkan saja kata-kata yang terlintas di kepala.

Ini kami
Menggenggam erat jemari
Dengan tatap mata saling bicara

Ini kami
Untuk cinta yang tak
pernah mati

Magenta bercampur cahaya biru kekuningan mulai menyebar. Sinarnya menyirami dua tubuh manusia yang saling mencinta. Sisanya menerpa bukit-bukit landai disekitarnya lalu jatuh ke laut. Sambil berhadapan, ia menatapku sungguh-sungguh. Wajahnya menyiratkan kepuasaan yang tak terkatakan. Bibirnya membentuk satu kalimat tanpa mengeluarkan suara. Aku membalas ucapannya juga dalam bisu. I love you too.

Kulungsurkan tulisanku padanya. Ia meraih pena lantas menuliskan sebaris kalimat pada kolom di bawahnya.

Cinta cuma kata. Yang menghidupkan, kita

Singkat, padat, namun mengandung ribuan kisah: tentang kesetiaan, pengorbanan, berjuang sampai jatuh bertubi-tubi untuk kemudian bangkit berkali-kali.

***

Pukul tujuh pagi, dari tempat kami berdiri, tampak terlihat mahkota besar bertengger pongah di atas puncak bukit yang timbul-tenggelam. Siger — perlambang kehormatan dan digdaya. Pulau itulah tujuan kami.

Kapal merapat, kami merentang tangan lebar-lebar. Lampung, kami datang! Begitu maknanya.

Add a comment

Related posts:

Punch drunk in Public

Deontay Wilder recently stated that the man that will date his daughter needs to spar him for three rounds so he knows he can protect her. Powerful words from a powerful athlete. But those words have…

Stitching together map tile fragments

Mapbox Vector Tiles are awesome — and conceptually fascinating. They allow us to create lightning-fast maps with enormous amounts of data while providing for dynamic styling and interactivity. But…

hiding

I feel like a child playing hide-and-seek. The closet was always my go-to hiding place. The enclosed space comforted me with its clothes draped over my face. It blocked out the world. It fostered…